Namaku Wawan. Umurku 23 tahun, dan sekarang sedang kuliah di tingkat terakhir di sebuah PTS di Jakarta. Asalku dari Sukabumi, dimana aku menghabiskan masa anak-anak dan remajaku, sampai kemudian aku pindah ke Jakarta empat tahun yang lalu.
Ekonomi keluargaku termasuk pas-pasan. Ayahku hanyalah seorang pensiunan pegawai bank pemerintah di Sukabumi. Sedangkan ibuku bekerja sebagai guru sebuah SMA negeri di sana. Aku tinggal di tempat kos di daerah Jakarta Barat. Karena uang kiriman orang tuaku kadang-kadang terlambat dan terkadang bahkan tidak ada kiriman sama sekali, untuk bertahan hidup, akupun menjadi guru privat anak-anak SMA. Memang aku beruntung dikaruniai otak yang lumayan encer.
Akupun hidup prihatin di ibukota ini, terkadang seharian aku hanya makan supermie saja untuk mengganjal perutku. Aku pikir tidak mengapa, asal aku bisa hemat untuk bisa membeli buku kuliah dan lain sebagainya, sehingga aku bisa lulus dan membanggakan kedua orang tuaku. Terkadang aku iri melihat teman-teman kuliahku. Mereka sering dugem, berpakaian bagus, bermobil, mempunyai HP terbaru, dll.
Salah satu dari teman kuliahku bernama Monika. Dia seorang gadis cantik dan kaya. Ia anak seorang direktur sebuah perusahaan besar di Jakarta. Percaya atau tidak, dia adalah pacarku. Kadang aku heran, kok dia bisa tertarik padaku. Padahal banyak teman laki-laki yang bonafid, mengejarnya. Ketika kutanyakan hal ini, ini bukan ge-er, dia bilang kalau menurutnya aku orang yang baik, sopan dan pintar. Disamping itu, dia suka dengan wajahku yang katanya “cute”, dan perawakanku yang tinggi, tegap, kekar, dan berisi. Nggak percuma juga aku sering latihan karate, renang, bola, dan voli waktu di Sukabumi dulu.
Monika dan aku telah berpacaran semenjak dua tahun belakangan ini. Walaupun kami berbeda status sosial, dia tidak tampak malu berpacaran denganku. Akupun sedikit minder bila menjemputnya menggunakan motor bututku, di rumahnya yang berlokasi di Pondok Indah. Sering orang tuanya, mereka juga baik padaku, menawarkan untuk menggunakan mobil mereka jika kami akan pergi bersama. Tetapi aku memang mempunyai harga diri atau gengsi yang tinggi (menurut Monika pacarku, gengsiku ketinggian), sehingga aku selalu menolak. Kemana-mana aku selalu menggunakan motor bersama Monika.
Monikapun tidak berkeberatan bahkan mengagumi prinsip hidupku. Saat makan atau nonton, aku selalu menolak bila dia akan mentraktirku. Aku bilang padanya sebagai laki-laki aku yang harus bayarin dia. Meskipun tentu saja kami akhirnya hanya makan di rumah makan sederhana dan nonton di bioskop yang murah. Itupun aku lakukan kalau sedang punya uang. Kalau tidak ya kami sekedar ngobrol saja di rumahnya atau di tempat kostku.
Monika adalah gadis baik-baik. Aku sangat mencintainya. Sehingga dalam berpacaran kami tidak pernah bertindak terlalu jauh. Kami hanya berciuman dan paling jauh saling meraba. Memang benar kata orang, bila kita benar-benar mencintai seseorang, kita akan menghormati orang tersebut. Monika pernah bilang padaku, kalau ia ingin mempertahankan keperawanannya sampai ia menikah nanti. Terlebih akupun waktu itu masih perjaka. Mungkin hal ini sukar dipercaya oleh pembaca, mengingat trend pergaulan anak muda Jakarta sekarang.
Keadaanku mulai berubah semenjak beberapa bulan yang lalu. Saat itu aku ditawari sebuah peluang untuk berwiraswasta oleh seorang temanku. Aku tertarik mendengar cerita suksesnya. Terlebih modal yang dibutuhkanpun sangat kecil, sehingga aku berpikir tidak ada salahnya untuk mencoba.
Hasilnya ternyata luar biasa. Mungkin memang karena bidang ini masih banyak peluang, disamping strategi pemasaran yang disediakan oleh program ini sangat jitu. Penghasilankupun per bulan sekarang mencapai jutaan rupiah. Mungkin setingkat dengan level manajer perusahaan kelas menengah.
Bekerjanyapun dapat part-time sambil disambi kuliah. Memang beruntung aku menemukan program ini.
Semenjak itu, penampilanku berubah. Gaya hidup yang sudah lama aku impikan sekarang telah dapat kunikmati. HP terbaru, pakaian bagus, sudah dapat aku beli. Semakin sering aku mengajak Monika untuk makan di restoran mahal serta nonton film terbaru di bioskop 21. Monika sempat kaget dengan kemajuanku. Sempat disangkanya aku berusaha yang ilegal, seperti menjual narkoba. Tetapi setelah aku jelaskan apa bisnisku, dia pun lega dan ikut senang. Disuruhnya aku bersyukur pada Tuhan karena telah memberikan jalan kepadaku.
Hanya satu saja yang masih kurang. Aku belum punya mobil. Setelah menabung dari hasil usahaku selama berbulan-bulan, akhirnya terkumpul juga uang untuk membeli mobil bekas. Kulihat di suratkabar dan tertera iklan tentang mobil Timor tahun 1997 warna gold metalik. Aku tertarik dan langsung kutelpon si penjualnya.
“Ya betul… mobil saya memang dijual”. Suara seorang wanita menjawab di ujung telepon.
“Harganya berapa Bu?”
“Empat puluh delapan juta”
“Kok mahal sih Bu?”
“Kondisinya bagus lho.. Semuanya full orisinil”
Dengan cepat kukalkulasi danaku. Wah.. Untung masih cukup, walaupun aku harus menjual motorku dulu. Tetapi akupun berpikir, siapa tahu harganya masih bisa ditawar. Kuputuskan untuk melihat mobilnya terlebih dahulu.
“Alamatnya dimana Bu?”
Diapun kemudian memberikan alamatnya, dan aku berjanji untuk datang ke sana sore ini sehabis kuliah.
*****
Setelah mencari beberapa lama, sampai juga aku di alamat yang dimaksud.
“Selamat sore” sapaku ketika seorang wanita cantik membuka pintu.
“Oh sore..” jawabnya.
Aku tertegun melihat kecantikan si ibu. Usianya mungkin sekitar 35 tahunan, dengan kulit yang putih bersih, dan badan yang seksi. Payudaranya yang tampak penuh di balik baju “you can see” menambah kecantikannya. Agar pembaca dapat membayangkan kecantikannya, aku bisa bilang kalau si ibu ini 80% mirip dengan Sally Margaretha, bintang film itu.
“Saya Wawan yang tadi siang telepon ingin melihat mobil ibu”
“Oh.. Ya silakan masuk.”
Akupun masuk ke dalam rumahnya.
“Tunggu sebentar ya Wan. Mobilnya masih dipakai sebentar menjemput anakku les. Mau minum apa?”
“Ah.. Nggak usah ngerepotin.. Apa saja deh Bu”
Akupun kemudian duduk di ruang tamu. Tak lama si ibu datang dengan membawa segelas air sirup.
“Kamu masih kuliah ya,” tanyanya setelah duduk bersamaku di ruang tamu
“Iya Bu.. Hampir selesai sih “
“Ayo diminum.. Beruntung ya kamu.. Dibelikan mobil oleh orang tuamu” si ibu berkata lagi.
Kuteguk sirup pemberian si ibu. Enak sekali rasanya menghilangkan dahagaku.
“Oh.. Ini saya beli dari usaha saya sendiri, Bu. Mangkanya jangan mahal-mahal dong” jawabku.
“Wah.. Hebat kamu kalau gitu. Memang usaha apa kok masih kuliah sudah bisa beli mobil”
“Yah usaha kecil-kecilan lah” jawabku seadanya.
“Ngomong-ngomong mobilnya kenapa dijual Bu?”
“Aduh kamu ini ba Bu ba Bu dari tadi. Saya kan belum terlalu tua. Panggil saja tante Sonya.” jawabnya sambil sedikit tertawa genit.
“Mobilnya akan saya jual karena mau beli yang tahunnya lebih baru”
“Oh begitu..” jawabku.
Kemudian tante Sonya tampak melihatku dengan pandangan yang agak lain. Agak rikuh aku dibuatnya. Terlebih tante Sonya duduk sambil menumpangkan kakinya, sehingga rok mininya agak sedikit terangkat memperlihatkan pahanya yang putih mulus.
“Anaknya berapa tante. Terus suami tante kerja dimana?” tanyaku untuk menghilangkan kerikuhanku.
“Anakku satu. Masih SD. Suamiku sudah nggak ada. Dia meninggal dua tahun yang lalu” jawabnya.
“Waduh.. Maaf ya tante”
“Nggak apa kok Wan.. Kamu sendiri sudah punya pacar?”
“Sudah, tante”
“Cantik ya?”
“Cantik dong tante..” jawabku lagi.
Duh, aku makin rikuh dibuatnya. Kok pembicaraannya jadi ngelantur begini. Tante Sonya kemudian beranjak duduk di sebelahku.
“Cantik mana sama tante..” katanya sambil tangannya meremas tanganku.
“Anu.. Aduh.. Sama-sama, tante juga cantik” jawabku sedikit tergagap.
“Kamu sudah pernah begituan dengan pacarmu?”.
Sambil berkata, tangan tante Sonya mulai berpindah dari tanganku ke pahaku.
“Belum.. Tante.. Saya masih perjaka.. Saya nggak mau begituan dulu” jawabku sambil menepis tangan tante Sonya yang sedang meremas-remas pahaku.
Jujur saja, sebenarnya akupun sudah mulai terangsang, akan tetapi saat itu aku masih dapat berpikir sehat untuk tidak mengkhianati Monika pacarku. Mendengar kalau aku masih perjaka, tampak tante Sonya tersenyum.
“Mau tante ajarin caranya bikin senang wanita?” tanyanya sambil tangannya kembali merabai pahaku, dan kemudian secara perlahan mengusap-usap penisku dari balik celana.
“Aduh.. Tante.. Saya sudah punya pacar.. Nggak usah deh..”
“Mobilnya kapan datang sih?” lanjutku lagi.
“Sebentar lagi.. Mungkin macet di jalan. Mau minum lagi? “
Tanpa menunggu jawabanku, tante Sonya pergi ke belakang sambil membawa gelasku yang telah kosong. Lega juga rasanya terlepas dari bujuk rayu tante Sonya. Beberapa menit kemudian, tante Sonya kembali membawa minumanku.
“Ayo diminum lagi” kata tante Sonya sambil memberikan gelas berisi sirup padaku.
Kuteguk sirup itu, dan terasa agak lain dari yang tadi. Tante Sonya kemudian kembali duduk di sebelahku.
“Ya sudah.. Kamu memang setia nih ceritanya.. Kita ngobrol aja deh sambil menunggu mobilnya datang, OK?”
“Iya tante..” jawabku lega.
“Kamu ngambil jurusan apa?”
“Ekonomi, tante”
“Kenal pacarmu di sana juga?”
Waduh.. Aku berpikir kok si tante kembali nanyanya yang kayak begituan.
“Iya dia teman kuliah”
“Ceritain dong gimana ketemuannya”
Yah daripada diminta yang nggak-nggak, aku setuju saya menceritakan padanya tentang kisahku dengan Monika. Kuceritakan bagaimana saat kami berkenalan, ciri-cirinya, acara favorit kami saat pacaran, tempat-tempat yang sering kami kunjungi.
Setelah beberapa lama bercerita, entah mengapa nafsu birahiku terangsang hebat. Akupun merasakan sedikit keringat dingin mengucur di dahiku.
“Kenapa Wan.. Kamu sakit ya” tanya tante Sonya tersenyum sambil kembali meremas tanganku.
Tangannya kemudian beralih ke pahaku dan kembali diusap dan diremasnya perlahan.
“Anu tante rasanya kok agak aneh ya?” jawabku.
“Tapi enak kan?”
Tante Sonyapun kemudian mendekatkan wajahnya ke wajahku, dan kemudian bibir kamipun telah saling berpagut. Tak kuasa lagi aku menolak tante Sonya. Nafsuku telah sampai di ubun-ubun.
“Saya tadi dikasih apa tante” tanyaku lirih.
“Ah.. Cuma sedikit obat kok. Supaya kamu bisa lebih rileks” jawabnya sambil tangannya mulai membuka retsleting celanaku.
“Ayo, tante ingin merasakan penismu yang masih perjaka itu” lanjutnya sambil kembali menciumi wajahku.
Tante Sonyapun kemudian membuka celanaku beserta celana dalamnya sekaligus.
“Hmm.. Besar juga ya punyamu. Tante suka tongkol besar anak muda begini”.
Tangannya mulai mengocok penisku perlahan. Kemudian tante Sonya merebahkan kepalanya dipangkuanku. Diciumnya kepala penisku, dan lantas dengan bernafsu dikulumnya penisku yang sudah tegak menahan gairah berahi.
“Ah.. Tante..” desahku menahan nikmat, ketika mulut tante Sonya mulai menghisap dan menjilati penisku.
Tangan tante Sonyapun tak tinggal diam. Dikocoknya batang penisku, dan diusap-usapnya buah zakarku. Setelah sekian lama penisku dipermainkannya, kembali tante Sonya bangkit dan menciumiku.
“Kita lanjutin pelajarannya di kamar yuk sayang..” bisiknya.
Akupun sudah tak kuasa menolak. Nafsu berahi telah menguasai diriku. Kamipun beranjak menuju kamar tidur tante Sonya di bagian belakang rumah. Sesampainya aku di kamar, tante Sonya kembali menciumiku. Kemudian tangankupun diraihnya dan diletakkan di payudaranya yang membusung.
“Ayo sayang.. Kamu remas ya”
Kuikuti instruksi tante Sonya dan kuremas payudara miliknya. Tante Sonyapun terdengar mengerang nikmat.
“Sayang… tolong bukain baju tante ya”.
Tante Sonya membalikkan badan dan akupun membuka retsleting baju “you can see”nya. Setelah terbuka, tante Sonya kembali berbalik menghadapku.
“BHnya sekalian donk sayang..” ujarnya.
Kuciumi kembali wajahnya yang ayu itu, sambil tanganku mencari-cari pengait BH di punggungnya.
“Aduh.. Kamu lugu amat ya.. Tante suka..” katanya disela-sela ciuman kami.
“Pengaitnya di depan, sayang..”
Kuhentikan ciumanku, dan kutatap kembali BHnya yang membungkus payudara tante Sonya yang besar itu. Kubuka pengaitnya sehingga payudara kenyal itupun seolah meloncat keluar.
“Bagus khan sayang.. Ayo kamu hisap ya..”
Tangan tante Sonya merengkuh kepalaku dan didorong ke arah dadanya. Tangannya yang satunya lagi meremas payudaranya sendiri dan menyorongkannya ke arah wajahku.
“Ah.. Enak.. Anak pintar.. Sshh” desah tante Sonya ketika aku mulai menghisap payudaranya.
“Jilati putingnya yang..” instruksi tante Sonya lebih lanjut. Dengan menurut, akupun menjilati puting payudara tante Sonya yang telah mengeras.
Kemudian aku kembali menghisap sepasang payudaranya bergantian. Setelah puas aku hisapi payudaranya, tante Sonya kemudian mengangkat kepalaku dan kembali menciumiku.
“Sekarang kamu buka rok tante ya”
Tante Sonya merengkuh tanganku dan diletakkannya di pantatnya yang padat. Kuremas pantatnya, lalu kubuka retsleting rok mininya. Aku terbelalak melihat Tante Sonya ternyata menggunakan celana dalam yang sangat mini. Seksi sekali pemandangan saat itu. Tubuh tante Sonya yang padat dengan payudara yang membusung indah, ditambah dengan sepatu hak tinggi yang masih dikenakannya.
Kembali tante Sonya mencium bibirku. Lantas ditekannya bahuku, membuatku berlutut di depannya. Tangan tante Sonya lalu menyibakkan celana dalamnya sehingga vaginanya yang berbulu halus dan tercukur rapi nampak jelas di depanku.
“Cium di sini yuk sayang..” perintahnya sambil mendorong kepalaku perlahan.
“Oh..my god.. Sshh” erang tante Sonya ketika mulutku mulai menciumi vaginanya.
Kujilati juga vagina yang berbau harum itu, dan kugigit-gigit perlahan bibir vaginanya.
“Ahh.. Kamu pintar ya.. Ahh” desahnya.
Tante Sonya lantas melepaskan celana dalamnya, sehingga akupun lebih bebas memberikan kenikmatan padanya.
“Jilat di sini sayang..” instruksi tante Sonya sambil tangannya mengusap klitorisnya.
Kujilati klitoris tante Sonya. Desahan tante Sonya semakin menjadi-jadi dan tubuhnya meliuk-liuk sambil tangannya mendekap erat kepalaku. Beberapa saat kemudian, tubuh tante Sonyapun mengejang.
“Yes.. Ah.. Yes..” jeritnya.
Liang vaginanya tampak semakin basah oleh cairan kewanitaannya. Kusedot habis cairan vaginanya sambil sesekali kuciumi paha mulus tante Sonya. Tak percuma ilmu yang kudapat selama ini dari pengalamanku menonton dan mengkoleksi video porno.
“Kita terusin di ranjang yuk..” ajaknya setelah mengambil nafas panjang.
Akupun kemudian melucuti semua pakaianku. Tante Sonya lalu membuka sepatu hak tingginya, sehingga sambil telanjang bulat, kami merebahkan diri di ranjang.
“Ciumi susu tante lagi dong yang..”
Aku dengan gemas mengabulkan permintaannya. Payudara tante Sonya yang membusung kenyal, tentu saja membuat semua lelaki normal, termasuk aku, menjadi gemas. Sementara mulutku sibuk menghisap dan menjilati puting payudara tante Sonya, tangannya menuntun tanganku ke vaginanya. Akupun mengerti apa yang ia mau. Tanganku mulai mengusap-usap vagina dan klitorisnya.
Tante Sonya kembali mengerang ketika nafsu berahinya bangkit kembali. Ditariknya wajahku dari payudaranya dan kembali diciuminya bibirku dengan ganas. Selanjutnya, tante Sonya menindih tubuh atletisku. Dijilatinya dada bidangku dan kedua putingnya dan kemudian perut sixpackku pun tak lupa diciuminya.
Sesampainya di penisku, dengan gemas dijilatinya lagi batangnya. Tak lama kemudian, kepala tante Sonyapun sudah naik turun ketika mulutnya menghisapi penisku.
“Sekarang tante pengin ambil perjakamu ya..”
Sambil berkata begitu, tante Sonya menaiki tubuhku. Diarahkannya penisku ke dalam vaginanya. Rasa nikmat luar biasa menghinggapiku, ketika batang penisku mulai menerobos liang vagina tante Sonya.
“Uh.. Nikmat sekali.. Tante suka tongkolmu.. Enak..” desah tante Sonya sambil menggoyangkan tubuhnya naik turun di atas tubuhku.
“Heh.. Heh.. Heh..” begitu suara yang terdengar dari mulut tante Sonya. Seirama dengan ayunan tubuhnya di atas penisku.
“Tante suka.. Ahh.. Ngent*tin anak muda.. Ahh.. Seperti kamu.. Yes.. Yes..”
Tante Sonya terus meracau sambil menikmati tubuhku. Tangannya kemudian menarik tanganku dan meletakkannya di payudaranya yang bergoyang-goyang berirama. Akupun meremas-remas payudara kenyal itu. Suara desahan tante Sonya semakin menjadi-jadi.
“Enak.. Ahh.. Ayo terus.. ent*tin tante.. Ah.. Anak pintar.. Ahh..”
Tak lama tubuh tante Sonyapun kembali mengejang. Dengan lenguhan yang panjang, tante Sonya mengalami orgasme yang kedua kalinya. Tubuh tante Sonya kemudian rubuh di atasku. Karena aku belum orgasme, nafsukupun masih tinggi menunggu penyaluran. Kubalikkan tubuh tante Sonya, dan kugenjot penisku dalam liang kewanitaannya. Rasa nikmat menjalari seluruh tubuhku. Kali ini eranganku yang menggema dalam kamar tidur itu.
“Oh.. Enak tante.. Yes.. Yes..” erangku ditengah suara ranjang yang berderit keras menahan guncangan.
“Wawan mau keluar tante..” kataku ketika aku merasakan air mani sudah sampai ke ujung penisku.
“Keluarin di mulut tante, sayang..”
Akupun mencabut keluar penisku dan mengarahkannya ke wajah tante Sonya. Tangan tante Sonya langsung meraih penisku, untuk kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya.
“Ahh.. Tante..” jeritku ketika aku menyemburkan air maniku dalam mulut tante Sonya.
Tante Sonya lantas mengeluarkan penisku dan mengusap-usapkannya pada seluruh permukaan wajahnya yang cantik.
*****
Setelah membersihkan diri, kamipun kembali duduk di ruang tamu.
“Enak Wan?” tanyanya sambil tersenyum genit.
“Enak tante… memang tante sering ya beginian”
“Nggak kok.. Kalau pas ada anak muda yang tante suka saja..”
“Oh.. Tante sukanya anak muda ya..”
“Iya Wan.. Disamping staminanya masih kuat.. Tante juga merasa jadi lebih awet muda.” jawab tante Sonya genit.
Tak lama mobil yang dinantipun datang. Akhirnya aku jadi membeli mobil tante Sonya itu. Disamping kondisinya masih bagus, tante Sonya memberikan korting delapan juta rupiah.
“Asal kamu janji sering-sering main ke sini ya” katanya sambil tersenyum saat memberikan potongan harga itu.
Kejadian ini berlangsung sebulan yang lalu. Sampai saat ini, aku masih berselingkuh dengan tante Sonya. Sebenarnya aku diliputi perasaan berdosa kepada Monika pacarku. Tetapi apa daya, setelah kejadian itu, aku jadi ketagihan bermain seks. Aku tetap sangat mencintai pacarku, dan tetap menjaga batas-batas dalam berpacaran. Tetapi untuk menyalurkan hasratku, aku terus berhubungan dengan tante Sonya.
Bisniskupun makin lancar. Keuanganku semakin membaik, sehingga aku sanggup memberikan hadiah-hadiah mahal pada Monika untuk menutupi rasa bersalahku.
Posting Komentar
Posting Komentar