sewaktu aku masih kuliah di Kota M, sekitar 8 tahun lalu, dan sekarang umurku sudah 29 tahun dan masih membujang. Kisah ini adalah benar-benar nyata dan bukan fiktif. Semua nama dalam kisah ini adalah nama samaran.
Setelah tamat SMA di kota kelahiranku, aku (Erick) melanjutkan pendidikanku di salah satu PT negeri di Kota M. Awalnya aku tinggal sendiri (kost) disuatu tempat yang agak jauh dari tempatku kuliah, karena hanya ditempat itu aku mendapatkan rumah kost yang relatif lebih murah dari tempat yang lain. Setelah kuliah selama hampir setahun, aku berlibur kembali ke kota kelahiranku.
Selama liburan tersebut, aku dikenalkan oleh keluargaku dengan salah seorang saudara sepupuku yang ternyata juga tinggal di Kota M tempat aku kuliah. Namun karena tidak saling kenal baik, walaupun masih saudara dekat, kami saling tidak mengetahui kalau kami berada satu kota selama ini. Saudara sepupu ini, sebut saja Kak Rini, sebelum menikah dengan Mas Tanto, lahir dan besar di kota Jakarta bersama orang tuanya, keluarga Tante Ade.
Selama 2 tahun pernikahannya dan menetap di kota M, Kak Rini belum dikaruniai anak, mungkin disebabkan karena kesibukan mereka berdua, Kak Rini yang seorang karyawan bank swasta, dan Mas Tanto yang seorang dosen. Saat perkenalan itu, Rini telah berusia 26 tahun, 5 tahun lebih tua dariku dan Mas Tanto berusia 34 Tahun.
Keberadaan Kak Rini di kota kelahiranku dalam rangka mengunjungi kakek dan neneknya, yang juga masih saudara dengan nenekku. Selama liburan kami, aku lebih banyak menemani Rini keliling kota dan antar jemput mengunjungi keluarga yang lain, Mas Tanto tidak datang menemani berlibur.
“Dik Erick rencana balik ke Kota M, kapan?”
Tanya Kak Rini sewaktu aku mengantarnya pulang kerumah neneknya, dari belakang sadel boncengan motor milik kakakku.
“Mungkin seminggu lagi.”
Jawabku sambil mencoba merasakan sentuhan payudaranya dipunggungku.
Perlu pembaca ketahui, dengan tinggi sekitar 168 cm dan berat ideal, ukuran dada 36A dengan wajah cantik dan manis dan kulit putih mulus yang ditumbuhi bulu-bulu halus sensasional, membuat aku tidak merasa bosan dan capek menemani Kak Rini keliling kota dan mengantarnya menemani kemana saja dia pergi.
“Kalau begitu, pulangnya dengan saya saja, ya?!”
Katanya seperti berbisik ditelingaku karena derasnya angin karena laju kendaraan.
“Terserah kakak aja deh.. ” kataku menyepakati ‘perjanjian’ itu.
Seminggu setelah itu, kami pun berangkat pulang bersama naik kapal laut ke Kota M selama satu hari satu malam perjalanan. Rencananya, setiba di Kota M, aku akan diperkenalkan ke suaminya dan sekalian mengajak aku tinggal bersama mereka (selama ini mereka hanya tinggal berdua di kompleks perumahan), karena rumah mereka masih cukup besar untuk ditempati hanya berdua saja.
Singkat cerita, aku pun diperkenalkan ke Mas Tanto yang mau menerimaku dengan senang hati dan aku pun mengemasi semua barangku dari tempat kostku ke rumah mereka. Dan disinilah awalnya cerita petualangan seksku dengan Kak Rini.
Sebagai wanita cantik dan menarik, aku pikir semua lelaki akan terpesona oleh daya tarik sensual saudara sepupuku ini. Akupun merasakannya sejak pertama kenalan, menemaninya selama liburan berkeliling kota, dan terlebih selama perjalanan dengan kapal laut kembali ke Kota M. Masih teringat waktu pertama kali berjabatan tangan, dengan senyum manisnya dia memperkenalkan diri.
Wajahnya mirip dengan salah satu penyiar acara kriminal di SCTV. Aku merasakan sentuhan lembut jemarinya waktu aku memegang tangannya, sentuhan sensasional di kulitku ketika bersentuhan dengan tangannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus, aroma tubuh dan rambutnya waktu berjalan berdampingan, juga hembusan nafasnya kalau berbicara padaku yang kadang-kadang terlalu dekat dengan wajahku.. pokoknya semua sensasi yang dimilikinya membuat aku berdebar dan membuat aku konak.
Aku tak tahu (pada waktu itu) apakah hal itu disengaja atau tidak (setelah beberapa tahun aku tahu ternyata itu dia sengaja untuk memancing responku menurut pengakuannya!), yang jelas selama liburan, aku belum berani menunjukkan reaksiku. Nanti setelah kejadian di atas kapal laut yang membawa kami ke Kota M, baru aku berani menunjukkan ‘keberanianku’ pada Kak Rini, walau dengan jantung dag dig dug..
Diatas kapal laut yang sesak karena penumpang yang banyak, kami mendapatkan tempat yang lumayan ‘strategis’, walaupun itu bukan tempat yang telah kami bayar untuk perjalanan kami. Bersama dengan beberapa penumpang lain (yang agak lanjut usia dengan kebanyakan wanita), kami menempati sebuah sudut ruang kapal yang agak panas, hal itu membuat kami kegerahan.
Menjelang tidur malam, Rini dengan memakai kemeja yang didalamnya dilapisi kaos oblong tanpa lengan dengan celana jeans, terlihat mulai mengatur tempat untuk tidur disudut merapat kedinding ruang, sedangkan aku dengan kaos oblong juga dan celana pendek selutut berada diantara Kak Rini dengan penumpang lain. Sebelum tidur, Kak Rini membaca sebuah majalah dan aku mengisi TTS. setelah membaca majalah, Kak Rini sudah tak tahan lagi kantuknya dan tertidur, sedangkan aku melanjutkan mengisi TTS dan membaca majalah.
Tak lama sesudahnya, lampu di ruangan itu dipadamkan, mungkin karena penumpang lainpun sudah ingin memjamkan mata, walaupun masih ada lampu yang menyala di tengah ruangan tapi tidak cukup untuk menerangi tempat aku membaca majalah, akupun bersandar sambil duduk berusaha untuk tidur. Tapi karena udara yang agak panas dan menggerahkan, mataku susah terpejam. Kak Rini pun bangun dan melepas kemejanya (tinggal kaos oblong) dan kemejanya itu dipakai untuk menyelimuti badannya sambil tidur. Sewaktu Kak Rini melepas kemejanya, dengan jarak sekitar 15 cm dari hidungku, aku bisa merasakan aroma tubuhnya yang terpancar dari ketiaknya sewaktu lengannya bergerak melepas kemejanya.
Aroma itu campuran aroma keringat dan sisa parfumnya, dan itu membuatku benar-benar melayang.. membayangkan aroma tubuh yang sensasional seperti itu. Dan diketiaknya yang putih, aku sempat melihat secara samar rambut halus hitam yang semakin membuatku ingin merasakan langsung aroma ketiaknya. Hmm.. tak sadar aku memperbaiki posisi ‘junior’ di celana pendekku, dan hal itu terlihat oleh Kak Rini.
“Belum tidur, rick?”
Tanyanya berbisik sebelum berbaring di sampingku.
“Belum nih, duluan aja!”
Jawabku sambil menatap matanya.
Rinipun akhirnya berbaring dengan memiringkan badannya ke arahku, sehingga kepalanya dengan pahaku hanya berjarak sekian centi. Akupun terus berusaha tidur sambil duduk karena mataku belum mau terpejam. Hembusan nafasnya terasa menggelitik paha kiriku bagian luar, dan mungkin saja Rini tahu kalau penisku lagi tegang karena celana pendekku di sekitar penisku agak menonjol berdiri.
Setelah capek duduk dan mataku terasa muali berat dengan angin laut yang mulai bertiup sepoi-sepoi, akupun berbaring di sisi Kak Rini. Saat aku mengambil posisi baring, Rini memberiku sedikit ruang sambil mengangkat lengan kanannya, dan lagi-lagi tercium aroma tubuh yang makin membuatku tegang. Walaupun aku masih berbaring terlentang dan Rini sedikit condong ke arahku, aku bisa merasakan bahwa kepalaku tepat berada di bawah ketiaknya karena aku merasakan lengan Kak Rini ada diatas kepalaku.
Kantukku pun hilang karena ‘posisi’ yang menguntungkan ini, aku sisa mengarahkan mukaku ke arah Rini dan ketiaknya sudah pasti ada di mukaku. Aku coba untuk diam, namun rangsangan yang timbul dari aroma tubuh Kak Rini yang perlahan mulai tercium membuat aku gelisah. Lama setelah itu, sewaktu aku merasakan nafas Rini yang beraturan menerpa wajahku, baru aku perlahan-lahan mengarahkan wajahku ke bawah ketiaknya dan..
Hmm aroma itu benar-benar membuat aku makin tak beraturan untuk bernafas, antara rasa senang, takut Kak Rini marah dan rangsangan yang terus membuat jantungku berdebar. Dengan jarak cuman sekita 3-4 cm antara hidungku dan ketiak putih itu, Kak Rini pasti bisa merasakan kegelisahanku, tapi mungkin dia sudah nyenyak sampai tidak merasakan hembusan nafas dan sentuhan ujung lidahku diketiaknya. Rasa kecut karena ketiak yang sedikit berkeringat itu tidak kuhiraukan, malah aku semakin terangsang dan kadang mendesah tertahan sambil memegang penisku yang makin keras.
Ketika aku sudah tak tahan lagi, dengan jantung berdegup kencang, perlahan aku mengambil jaket tebalku untuk menutupi celanaku yang semakin menonjol karena desakan penisku (+15 cm) sambil memiringkan badan ke arah Kak Rini sehingga penisku merapat di paha Kak Rini yang berbalut jeans dengan hidungku dan bibirku yang telah menempel di ketiaknya. Aku mencoba menahan nafasku yang memburu sambil melanjutkan jilatanku yang makin berani ke arah pangkal payudaranya. Semua itu aku lakukan dengan sangat hati-hati, takut membangunkan Kak Rini dan dia nampaknya masih seperti semula dengan nafas yang masih beraturan.
Dengan perlahan aku membuka kancing tarik celanaku, meyampingkan CD ku lalu kutarik penis yang sudah sangat tegang keluar. Meski hanya kepala penis dan sebagian batangnya yang bisa keluar dari celanaku, aku elus-eluskan di paha Kak Rini sampai aku merasa ada cairan bening keluar(bukan sperma yang kental) dan menempel di celana jeansnya. Mungkin aku akan terus menggesek-gesekkan kepala penisku sampai aku ejakulasi, kalau saja Kak Rini tidak bergerak sedikit menjauh dari tubuhku.
Kejadian itu berakhir sampai disitu, dan sewaktu bangun, Kak Rini tidak bicara soal tersebut, cuma ada sedikit ada rasa canggung diantara kami, sampai kami turun dari kapal dan tiba di rumah.
Sejak tinggal bersama Kak Rini dan suaminya, aku mencoba untuk menjadi adik yang baik, aku coba membuang semua pikiran jorok di kepalaku tentang Kak Rini dan mencoba menghindari Kak Rini dengan banyak beraktivitas di kampus atau di luar rumah. Sampai suatu saat, Mas Tanto mengambil Tugas Belajar ke Filipina selama 1 tahun.
Empat bulan setelah tinggal di rumah Kak Rini, Mas Tanto berencana akan berangkat ke Filipina, dan selama itu aku mencoba menjaga jarak dengan Kak Rini walaupun dia tetap baik dan ramah kepadaku. Kalau tidak ada kegiatan di kampus atau ditempat lain, aku banyak berkurung diri di kamar, dan kamipun bertiga cukup sibuk dengan urusan masing-masing, sehingga hanya waktu-waktu tertentu saja (Sabtu/Minggu) baru ketemu atau kumpul bersama.
Usahaku untuk menghindari berdekatan dengan Kak Rini adalah untuk membantu menghilangkan pesona sensualitasnya yang sering aku rasakan kalau berada dekatnya. Dan hal ini juga didukung karena Kak Rini sering berangkat pagi dan pulang kerja sore (aku biasanya yang paling akhir meninggalkan rumah) dan paling lambat tiba di rumah.
Satu-satunya yang paling sering menggodakau adalah pakaian-pakain kotor(terutama pakaian dalam Kak Rina) yang baru habis dipakainya, yang ditumpuk dalam keranjang pakaian didekat kamar mandi. Sering kali saat bangun pagi jam 08. 00 (kuliah agak siang) aku ‘memeriksa’ pakaian-pakaian tersebut (saat mereka telah berangkat kerja).
Aku sering mendapati pakaian kerjanya yang kemarin dan pakaian tidurnya semalam masih menyisakan aroma tubuh dan parfumnya, terlebih lagi celana dalamnya menyisakan cairan vaginanya yang harum (belakangan aku tahu vaginanya memang harum saat aku mengoralnya) dan sering aku ciumin dan jilati sambil beronani. Karena fantasi tersebut akan sampai sering menumpahkan spermaku di celana dalamnya atau pakaian kerjanya (tiap Sabtu baru di cuci), dan sewaktu pertama kali memuncratkan spermaku di CD nya.. aku takut Kak Rina tahu dan memarahiku.
Tapi sewaktu dia mencucinya pada hari Sabtu.. dia sepertinya tidak tahu atau pura-pura tidak tahu kalau spermaku sudah bercampur dengan sisa-sisa cairan vaginanya (kadang cairan vaginanya masih basah). Dan setelah Mas Tanto memberi tahu rencananya untuk ke Filipina dan menyuruhku untuk menjaga Kak Rina dan rumah aku semakin.. akhh.. berdebar-debar. Inilah awal yang menjadikan aku tahu kalau Kak Rina ternyata memiliki hasrat dan gairah seks yang tinggi serta mengajariku fantasi-fantasi bercinta. Hubungan kami ini telah berlangsung sampai 8 tahun dan kami sepertinya orang yang masih pacaran walaupun dia telah bersuami.
Dan satu hal lagi, adalah kesukaanku mengintip aktivitas Kak Rini bila berada dirumah. Kalau malam hari saat tidur dengan suaminya, aku sering mendengar erangan-erangan bercinta mereka. Bahkan aku pernah onani didepan kamarnya yang aku buka sedikit pintunya dan aku melihat Kak Rini lagi tidur dikamarnya dengan pakaian tipis dan seksi(saat itu suaminya belum pulang dari kantornya). Dan berapa kali kejadian-kejadian tak terduga yang membuat aku sakit kepala bila membayangkannya.. karena ingin segera merasakan bercinta dengan Kak Rini.
Tiba saatnya Mas Tanto berangkat ke Filipina, aku dan Kak Rini mengantarnya ke bandara dan Kak Rini langsung berangkat ke kantornya, sedangkan aku balik ke rumah karena hari itu aku tidak ada perkuliahan atau kegiatan lainnya di luar rumah. Setiba dirumah, aku langsung memeriksa keranjang tempat pakaian kotor Kak Rini. Disitu aku mendapati beberapa potong celana dalam dan BH Kak Rini dan daster yang dipakainya semalam.
Seperti biasa, aku mulai menciumi CD Kak Rini yang meninggalkan sedikit cairan vaginanya sambil mulai membayangkan aku menciumi vagina Kak Rini sambil mulai beronani. Aku buka semua pakaianku dan memakai CD Kak Rini yang lain sambil meremas-remas penisku di dalam CD Kak Rini.
Ketika asyik beronani, tiba-tiba telepon berdering, ternyata dari Kak Rini yang menanyakan apakah aku telah tiba dirumah atau belum. Aku berusaha untuk mengajak Kak Rini bicara lama di telepon sambil terus meremas penisku dan membayangkan sedang bercinta dengannya. Suaraku kedengaran parau karena rangsangan yang timbul dan aku berusaha mengajak bercanda Kak Rini:
“Jam berapa baliknya nanti Kak Rin?” Tanyaku,
“Seperti biasalah, kenapa emang?! kangen ya sama aku?” Balasnya bercanda,
“Nggak kok, cuman mau menjalankan tugas dengan baik, menjaga dan mengantar jemput kakak!” Jawabku dengan suara gugup karena aku semakin terangsang mendengar suara lembut Kak Rini.. “Kamu kenapa? kok suaramu parau begitu?!”
Aku cuma menjawab, “Masih ngantuk nih, habis bangun pagi-pagi ngantarin Mas Tanto!” Jawabku bohong dan..
“Akhh.. ”
Aku mencapai klimaks
“Udahan dong, aku mau tidur lagi.. nanti aja aku jemput!” kataku kelelahan karena karena spermaku telah terumpah di CD Kak Rini..
“Ya deh, aku tunggu.. awas kalau nggak jemput!” Katanya mengakhiri pembicaraan kami. Aku pun menyimpan kembali CD Kak Rini di keranjang dan aku benar-benar puas onani kali ini karena baru kali ini aku onani disertai dengan mengobrol dengan Kak Rini walaupun hanya ditelepon.
Setelah kejadian itu, selama dua minggu pertama keberangkatan suaminya ke luar negeri tidak ada kejadian istimewa yang terjadi. Aku hanya sesekali onani, karena aku sering berada di luar rumah (kalau sore atau malam baru balik ke rumah) dan mengantar jemput Kak Rini kalau aku tidak ada kegiatan. Setelah mengantar atau menjemput Kak Rini, aku biasanya melanjutkan kegiatanku di kampus atau di luar rumah, dan kalau balik kerumah aku sering mendapati Kak Rini telah tidur di dalam kamarnya sehingga kami tidak sempat ngobrol.
Sampai pada suatu malam, ketika aku pulang dari kegiatan dengan teman-teman kampusku selama tiga hari (praktis aku tidak bisa menemani dan bertemu Kak Rani) di luar kota. Setelah menyimpan motor di garasi samping rumah, aku lihat lampu ruang tengah masih menyala dan Kak Rini menonton acara TV sambil tiduran di sofa. Rasa kangen makin menjadi-jadi setelah tiga hari tak bertemu dan melihat Kak Rini mengenakan dasternya yang menurutku sangat seksi. Dasternya berwarna kuning tua (serasi dengan kulitnya yang mulus) dengan lengan yang agak pendek dengan lubang lengan yang agak besar sehingga aku bisa melihat tali BH nya yang berwarna putih dari ketiaknya.
Aku memeluk ringan (sudah biasa) dan kali ini aku sedikit nakal dengan memberi ciuman tipis di telinganya (aku belum berani sun bibir).
“Baik-baik aja kan kak?!” sapaku sambil merapat ke tubuhnya sambil memegang bahunya.
“Iya nih.. cuman agak kesepian sendiri!” Jawabnya sambil tersenyum manis.
“Kan Mas Tanto baru dua minggu lebih perginya..?!!” Kataku menggoda
“Ihh.. kamu bisa aja.. awas ya aku laporin ke Mas..kalau kamu nggak jagain aku selama tiga hari!!” Jawabnya sambil mengancam dan mencubit pinggangku..
“Kan cuman tiga hari.. tapi nggak lagi kok.. sudah selesai kegiatannya” kataku mencoba menetralisir suasana yang sudah mulai membuat aku ngeres.
“Ok deh.. tapi mandi sana, bau tuh..!!” katanya mengejek aku.
Aku pun mandi dan mengisi perut yang sudah dari tadi minta diisi. Sambil makan, aku membayangkan bagaimana rasanya kalau aku bercinta dengannya malam ini. Membayangkan itu, aku makin tambah gelisah dan aku cepat-cepat menghabiskan makananku dan menemani Kak Rini menonton acara TV.
Dengan memakai kaos oblong dan celana karet pendek, aku menemani Kak Rini menonton sambil duduk dikarpet dan bersandar di sofa tepat disamping Kak Rini. Sambil menonton, kami bercerita apa saja, dan tak lama kemudian, Ka Rini berdiri dan berjalan ke kamar mandi ingin buang air. Sewaktu melewatiku, dasternya tampak transparan walaupun sekilas, dan aku sempat juga mencium aroma tubuhnya yang wangi.
Hal itu membuat aku memperbaiki letak penisku (waktu Kak Rini sudah di kamar mandi) karena aku malu kalau Kak Rini tau aku sedang ‘horny’ karena celana pendek yang aku kenakan sedikit ketat. Setelah keluar dari kamar mandi, Kak Rini pun ikutan duduk di karpet disampingku, malah dia tengkurap sambil membelakangiku dan memeluk bantal duduk. Aku semakin bebas melihat buah pantatnya yang bagus, sedikit pahanya yang mulus dengan betisnya yang indah yang ditaburi bulu-bulu halus yang rapi. Sungguh pemandangan yang membuat aku makin konak, sehingga aku tidak konsen lagi dengan acara TV ataupun obrolan kami.
Sambil ngobrol dan bercanda, Kak Rini sering mengejek atau meledek aku hingga aku tak sadar menepuk betisnya yang indah dan mulus. Setelah menepuk, aku tidak menarik kembali tanganku, tapi kubiarkan terparkir di betisnya sambil sesakali mengusapnya. Jantungku makin dag dig dug, aku gelisah, karena baru kali ini selama aku tinggal dengannya bisa berdekatan sambil mengelus betisnya. Kejadian di atas kapal laut yang aku coba lupakan, terkenang kembali. Penisku makin tegang, dan terciplak jelas di celana pendekku karena aku tidak memakai CD lagi didalamnya (aku memang jarang memakai CD kalau dirumah). Untuk menutupinya, aku meminta bantal duduk yang lain yang berada didepan Kak Rini.
“Tolongin bantalnya dong kak!” Sambil menunjuk bantal didepannya..
“Ambil aja sendiri, malas amat seh bergerak!” katanya mengejekku. Tanpa meminta lagi, aku langsung bergerak mengambilnya, tetapi aku harus melewati tubuhnya, dan mau tak mau aku menindih pantatnya yang indah.
“Yang ini aja deh..” kataku sambil merebut bantal yang ada dipelukannya. Tapi karena dia mempertahankannya, akupun tertarik ke arah tubuhnya sehingga sekarang aku menindihnya dari atas, sedangkan dia masih tetap tengkurap.
Sambil mempertahankan bantalnya, buah pantatnya yang sudah aku tindih juga turut bergoyang menambah ketegangan penisku. Dengan posisi seperti ini, akupun bebas menciumi rambutnya yang harum sambil tangan dan lengan kami bersentuhan. Sungguh posisi yang paling mengasyikkan, dan aku pun akhirnya tetap berada diatas tubuhnya..
“Ihh.. kakak pelit!”
“Biarin..!” katanya sambil tetap menatap layar TV.
Pandanganku tertutupi oleh sebagian rambutnya yang sebahu, dan aku pun makin berani menciumi rambutnya dan mulai memegangi tangannya. Jantungku berdegup kencang, aku tahu Kak Rini mengetahuinya, tapi ketakutanku dikalahkan oleh nafsuku dan tanganku mulai berani menyibak dan mengelus rambutnya..
“Kakak harum..” kataku tanpa disengaja karena sensasi yang ditimbulkan oleh suasana seperti ini..
“Biarin.. kamu aja yang bau.. wwek!” Katanya mengejekku.
Setelah menyibak rambutnya, kuberanikan mencium tengkuknya, Kak Rini tampak kaget walaupun sesaat, dan dia tetap mengarahkan pandangannya ke layar TV walaupu aku tahu tidak konsen lagi dengan acara TV. Melihat dia tidak protes, aku semakin berani menciumi telinganya dan bolak balik kelehernya..
“Kulit kakak muluss..” Kataku dengan gugup..
“Sshh.. biarin” Jawabnya sedikit mendesah.
Aku pun makin agresif.. kugoyang pinggulku agar penisku bisa lebih merasakan buah pantatnya sambil tanganku perlahan-lahan mulai menyusup kearah ketiaknya. Tangan masuk melalui lobang ketiak dasternya, dan mencoba mengusap pangkal payudaranya.
Sampai saat itu, aku masih takut kalau Kak Rini jadi marah karena ‘kenakalanku’. Tapi karena dorongan nafsu yang makin menjadi, aku beranikan untuk menarik bawah dasternya sambil mengusap paha luarnya dengan tanganku yang satu, sedangkan tangan yang lain tetap meraba-raba payudaranya. Aku tak peduli lagi kalau dia marah, karena sensasi yang tercipta benar-benar membuat penisku tak sabaran lagi.
Dengan dibantu kakiku, aku coba merenggangkan pahanya, setelah dasternya mulai sedikit demi sedikt tergeser keatas pinggangnya, sampai tampak CD Kak Rini yang berwarna putih. Kak Rini diam saja, malah cenderung penurut ketika aku menarik dasternya keatas dengan mengangkat pantatnya sedikit, sehingga penisku makin menempel keras di buah pantatnya yang montok.
Sampai disini, aku masih mengelus-elus pahanya dengan lembut dan tangan yang satu sudah berani meyelusupkan satu jari ke dalam mangkuk BH nya sambil menekan lembut payudara Kak Rini. Aku juga mulai menciumi punggungnya yang sedikit terbuka dibagian atasnya, terus kebawah kearah tali BH nya. Aku menggigit daster dan tali BH nya bagian belakang lalu kutarik dan kulepas sehingga berbunyi cipak (bunyi tali BH mengenai kulitnya), dan kuulangi beberapa kali.
“Hmm.. sakkitt..!!” Rengeknya manja sambil menundukkan kepalanya ke bantal sambil menikmati permainanku.
“Biarin..!!” Balasku dan kami sama-sama tertawa. Aku pun makin berani menarik CD Kak Rini kebawah sambil aku mencoba mencium pipinya.
“Kamu nakaa..ll!!” Manjanya yang membuat aku makin bernafsu. Aku tarik tanganku yang mengelus-elus payudaranya dan menarik wajahnya sehingga aku dapat mencium bibirnya walaupun hanya sebentar dan dengan agak susah.
Karena aku makin bernafsu dan ingin sekali menciumi bibirnya yang seksi, aku bangun dan segera menarik CD Kak Rini sampai kelutut. Lalu aku membalikkan badannya dengan sedikit kasar sehinnga sekarang Kak Rini terlentang dihadapanku dengan dasternya yang sudah terangkat sampai keperut dan CD sampai lutut yang memperlihatkan rimbunan bulu-bulu halus di selangkangannya.
“Kamu mau ngapain..?!” Katanya sedikit terkejut.
Tapi aku segera menindihnya dan memegang wajahnya dan segera mencium bibirnya yang diatasnya ditumbuhi bulu-bulu halus seperti seperti kumis tipis. Kak Rini coba berontak dengan memalingkan wajahnya, tetapi karena aku telah memegang mukanya, akhirnya bibirnyapun berhasil aku lumat, dengan sedikit menarik dagunya sehingga bibirnya terbuka. Kak Rini pasif saja mulanya, tapi setelah aku jilati bibirnya, dia pun mulai membuka mulutnya dan mendesah..
“Ahh..jangan Rick!” Tapi aku terus mencium, menjilat sampai Kak Rini pun berani membalas goyangan lidahku di dalam rongga mulutnya.
Lama kami bermain lidah, saling menjilat disertai desahan nafas kami dan bunyi ‘plok’ saat bibir kami terlepas untuk menarik nafas, kemudian melanjutkan saling kulum dengan ganasnya. Perlahan tanganku meraih kedua tangannya dan menaruhnya diatas karpet dibagian atas kepala Kak Rini sambil terus berciuman. Aku kembali menciumi lehernya, bahunya dan dadanya. Kak Rini hanya mendesah tanpa berbicara..
“Akhh.. sshh..!!” dan aku makin melancarkan ciumanku, kali ini ke ketiaknya yang putih (bulu-bulunya tidak selebat waktu di atas kapal laut), aku ciumin dan aku jilati..
“Akhh.. geli sayang!!” Desahnya lalu menggigit bibirnya (itulah kata sayang yang pertama ditujukan padaku) sambil kepalanya bergoyang kiri-kanan menikmati rangsangan yang aku berikan.
Aroma tubuhnya yang sensasional dan sensasi bulu-bulu ketiaknya membuat aku makin terangsang dan aku segera meremas payudaranya dan Kak Rini memelototi aku katanya,
“Sshh.. pelan-pelan.. sakit!”
Aku pun segera memintanya untuk melepaskan dasternya agar aku bisa membuka BH nya, tapi dia merengek manja..
“Nggak mauu..!!” Katanya pura-pura cemberut, tapi aku segera mencopot CD nya dan segera kubenamkan wajahku di vaginanya yang penuh dengan bulu-bulu halus menggairahkan.
“Kamu mau ngapain..?” Tanyanya bingung, tapi aku terus saja mencoba menguak pahanya dengan kedua tanganku lalu mulai menjilati vaginanya yang ternyata sudah mulai basah oleh cairan vaginanya.
“Jangan ahh.. kan bau tuh..sshh..!” Protesnya sambil mendesah menahan nikmat, tapi aku justru merasakan aroma vagina yang membuat perasaan tidak karuan.
“Asyik kok kak.. punyanya kakak harum ya..?!!” kataku memuji karena memang harum.
Aku jilati bibir vaginanya yang menonjol, clitorisnya, dan dengan bantuan jari menguak vaginanya, aku menusukkan lidahku ke dalam lobang vaginanya, sehingga Kak Rini mengerang tak karauan..
“Ohh.. uu..” Tiba-tiba aku merasa vaginanya menegang dan pahanya dirapatkan menjepit kepalaku, dan aku mencium aroma vaginanya yang makin tajam diiringi lidahku merasakan cairan bening dari dalam lubang vaginanya.. ternyata Kak Rini sudah orgasme. Diapun mendorong kepalaku sehingga terangkat dari vaginanya dan tangannya menutupi vaginanya lalu tangan satunya mengambil CD nya yang tergeletak disampingnya dan menutupi lubang vaginanya dengan CD nya itu dan berbaring membelakangiku sambil mengatur nafasnya yang memburu.
Aku kecewa karena tidak sempat menjilati cairan vaginanya yang harum (aroma bunga). Aku coba mendekatinya lagi sambil melepaskan celanaku. Ketika aku coba menyentuh vaginanya dari belakang, dia berkata,
“Sudah dong Rick..!”
Aku coba mengerti, mungkin Kak Rini malu kalau cairan vaginanya aku jilati. Juga mungkin perasannya yang bersalah telah orgasme dihadapan adik sepupunya sendiri. Aku hanya memeluknya dari belakang sambil menempelkan penisku yang sudah ngeras habis dibelahan pantatnya, lalu aku belai-belai rambutnya, mencoba menghiburnya karena aku sendiri belum mencapai klimaks.
“Kamu jahat.. rangsang aku sampai aku orgasme!” Katanya sewaktu aku sudah mulai menggesek-gesekkan penisku di pantatnya.
Aku hanya diam, karena aku makin terangsang ingin memasukkan penisku ke vaginanya. Dan ketika aku makin kencang menggesekkan penisku yang mulai basah oleh sisa cairan vaginanya dan Kak Rini diam saja, aku lalu memutar tubuhnya sehingga dia kembali terlentang dan aku segera merenggangkan kembali pahanya, tetapi Kak Rini menolak sambil menarik aku dan berkata sambil membelai-belai wajahku..
“Jangan sayang.. aku takut hamil selama Mas Tanto nggak ada disini” Katanya memohon pengertianku.
“Tapi kak.. aku dah nggak tahan lagi..” Protesku.
“Didubur aja Kak kalau nggak mau di vaginanya kakak..?!!”
“Sakit sayang.. lagian nanti berbekas!” katanya memohon.
“Kalau gitu kakak oral aja..!” kataku sambil menyodorkan penisku ke mukanya. Dia tampak kaget melihat penisku yang agak besar walaupun panjangnya cuman sekitar 15 cm.
“Ok..tapi kalau udah mau keluar bilang ya..aku belum pernah nelan spermanya Mas Tanto!” Katanya sambil duduk dan membuka daster dan BH nya.
Aku terpesona melihat bentuk payudara yang indah (punya pacarku saja yang dulunya aku bilang bagus masih kalah sama punyanya Kak Rini), sampai aku tidak tahan untuk tidak meremasnya..
“Tete kakak bagus..!!” Pujiku. Kak Rini hanya tersentum manis,
“Kalau udah mau keluar, gesekin aja di sini ya..!” Katanya sambil menunjuk ke payudaranya, lalu dia memegang penisku dan mulai mengulumnya,
“Ssruupphh..” Bunyi kulumannya di kepala penisku yang agak besar sambil melumurinya dengan air liurnya.
“Punyamu besar dan agak panjang dari Mas Tanto..!”
Tapi aku tidak terlalu menghiraukan lagi kata-katanya disela hisapannya, karena aku sendiri sudah merasa terbang ke langit ketujuh. posisi kami awalnya sama-sama berlutut, Kak Rini mengulum penisku sambil tangannya meremas-remas buah pantatku, dan sesekali menyentuh lubang anusku, semuanya itu menambah rangsangannya. Aku memperhatikan kulit Kak Rini yang benar-bener mulus dari punggungnya sampai ke pinggangnya yang ditumbuhi bulu-bulu halus, bentuk pantatnya yang indah dan payudaranya yang menggelitik pahaku sambil mulutnya mengulum penisku..
“Akhh.. kak.. duduk dong!” Kataku sambil berdiri karena rangsanagn yang dia berikan semakin memacu gairahku.
Kak Rini pun duduk dan aku berdiri, lalu dia kembali memasukkan penisku ke mulutnya. Kali ini aku yang menggoyang pantatku ke depan ke belakang dan lidahnya menahan kepala penisku setiap pantatku kudorong kedepan sambil tangannya memeluk kedua pahaku. Beberapa menit kemudian aku sudah mulai merasakan desakan air maniku yang mau keluar, aku pun menarik keluar penisku, tapi karena hisapan yang kuat dari mulut Kak Rini, aku pun mendorongnya dan dia mengerti kalau aku sudah mau klimaks, Kak Rini segera berbaring dan memegang penisku lalu diarahkan ke payudaranya lalu menjepit dan aku disuruhnya untuk menggesek-gesekkannya sambil meremas payudaranya, sampai..
“Akhh.. kakkh.. aku mau keluar..!!” Kataku sambil menggeleng-gelengkan kepalaku. Dan.. crot.. crot.. banyak sekali air maniku yang muncrat di dada dan leher Kak Rini bahkan ada yang sampai mengenai mukanya.
“Akhh.. kakak nikmat bangett..!!” Jeritku sambil tetap meremas payudaranya.
“Bersihin dong Rick, sperma kamu banyak tuh..!!” Katanya sambil menyodorkan dasternya.
Aku pun mulai menglap sisa-sisa spermaku di payudaranya, leher dan mukanya. Lalu aku ciumin bibirnya,
“Makasih Rick.. kamu puasin aku malam ini!” Katanya
“Kamu hebat.. pintar rangsang aku..!” Bisiknya malu-malu.
“Dan mulai sekarang.. kamu nggak usah lagi tumpahin spermamu di celana dalam kakak yang udah kotor.. capek nyucinya.. hehe!!” Godanya,
“Jadi kakak tahu kalau aku sering tumpahin spermaku di CD nya kakak??” Tanyaku malu..
“Iyalah.. tapi nggak papa kok.. kakak suka.. aku juga sering ciumin CD kamu kok.. cuman kamu nggak tau kan?!!hehhe!!”
Lalu katanya lagi, “Sejak dari pertama kenal, kakak sudah tertarik sama kamu, tapi kakak sembunyiin.. kamu aja yang agak berani.. terutama di atas kapal laut dulu!!”.
Malam itu kami lanjutkan bercerita tentang kejadian-kejadian yang kami alami selama ini yang sama-sama kami rahasiakan, semuanya dibongkar dengan jelas.. dan sambil bercerita, kami selingi dengan saling cium, melumat bibir, saling raba dan berpelukan. Kami tertidur sambil berpelukan dengan telanjang di ruang itu, setelah aku membuat Kak Rini orgasme sekali lagi walaupun dengan jari-jari tanganku (itu permintaannya sendiri) walaupun aku sebenarnya ingin merasakan vagina Kak Rini.
Sejak saat itu, aku dan Kak Rini sering ‘bercinta’, walaupun Kak Rini belum mau aku memasukkan penisku ke vaginanya karena takut kalau-kalau dia hamil saat suaminya ada di luar negeri. Tapi paling tidak, aku tidak lagi cuma merasakan aroma vaginanya lewat CD nya, atau aroma tubuhnya yang sensasional di pakaiannya, tapi aku sudah bisa merasakan langsung, kapan saja aku mau.
Posting Komentar
Posting Komentar